Mengkaji Human Trafficking

Menyusuri jejak-jejak Human Trafficking di negara-negara berkembang seperti di negara ini tentu cukup "mengernyitkan dahi" dan sudah lama menjadi sorotan publik serta para pengamat sosial yang selalu disuarakan dalam berbagai forum dan instansi. Secara Definitif, Pengertian perdagangan orang menurut Protokol PBB adalah :
a) Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.b) Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub alininea (a) ini tidak relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea (a) digunakan.c) Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam sub alinea (a).
d) Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. e) Tujuan atau maksud, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup setidak tidaknya eksploitasi pelacuran dari orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ tubuh. Secara umum, pengertian dan tujuan dari perdagangan orang menurut protokol PBB adalah upaya-upaya dari pihak yang berkuasa untuk mengeksploitasi sexual, memperbudak dan memperdagangkan organ-organ tubuh manusia secara ilegal dengan maksut mengambil keuntungan dari pihak-pihak yang dianggap lemah secara fisik maupun psikologis (perempuan & anak-anak).
Human Trafficking, merupakan kasus kriminalitas yang sangat serius, menurut laporan dari Global Slavery Index Tahun 2017 terdapat sekitar 45 juta orang di dunia yang menjadi korban dari kasus-kasus Human Trafficking. Bahkan PBB di tahun 2011 melalui lembaga UNESCAP atau Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik PBB mendesak perusahaan-perusahaan untuk menanda-tangani Athens Ethical Principles, di mana perusahaan-perusahaan berjanji untuk membantu mendidik masyarakat tentang perdagangan manusia dan menghindari penggunaan buruh yang diperdagangkan. Kira-kira 10.000 perusahaan di dunia telah menanda-tangani protokol itu, tetapi hanya sedikit yang dari Asia. kebijakan PBB untuk menggandeng sektor swasta agar ikut serta dalam menangani kasus Human Trafficking berdasarkan fakta bahwa organisasi pelaksana hukum yang ada dirasa belum optimal dalam menangani permasalahan tersebut. Namun apa yang menjadi faktor Human Trafficking hingga hari ini masih belum tuntas tertangani??.
Menurut penelitan dari International Journal of Science and Research(IJSR) 2014 Mekelle University yang dilakukan oleh Gabriel Woldu dengan Subjek penelitian di Etiopia menemukan informasi bahwa faktor perdangangan manusia sulit diberantas secara menyeluruh karena Meluas dan meningkatnya tingkat kemiskinan, pengangguran dan kurang kerja (terutama perempuan), ketamakan, keluarga dan dislokasi komunal, transisi ekonomi, globalisasi, pemiskinan pedesaan, percepatan komoditisasi seks, kemunduran dan ketidakpastian ekonomi, oportunisme, mimpi palsu dan palsu, dan standar hidup yang secara dramatis memburuk. Lainnya adalah upah rendah, praktik perburuhan yang diskriminatif, kekerasan (terutama terhadap perempuan), kurangnya dukungan sosial dan kesejahteraan, kurangnya kesempatan pendidikan, pariwisata, pernikahan salah atau khayalan, menurunnya kontrol perbatasan, tata kelola, permintaan konstan dan peningkatan tenaga kerja murah, dikombinasikan kekuatan kejahatan terorganisir dan korupsi pemerintah, dan kapasitas negara yang surut untuk menyediakan layanan sosial dasar. Oleh karena itu, beberapa penyebab perdagangan manusia bersifat struktural dan membutuhkan solusi jangka panjang. Dan penindakan oknum pelaku kejahatan Human Trafficking perlu ditindak secara tegas.
Angka perdagangan manusia di Indonesia menurut Direktur Rehabilitasi Anak Kementerian Sosial Cupsanto menyebutkan data dari tahun 2016 sampai pertengahan 2019, jumlah korban perdagangan orang mencapai 4.906 orang. Tentunya tindak kriminal ini bukan lagi tergolong permasalahan biasa dan telah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Jika telah diketahui sebelumnya bahwa telah ada secara empiris faktor-faktor penyebab Human Trafficking dan instrumen hukum sudah tersedia dengan jelas, lalu apa permasalahan fundamental yang menghambat pemberantasan Human Trafficking??.
Menurut Bruce A. Forster (2013) Professor dari University of Nebraska at Kearney dalam risetnya menjelaskan bahwa Perbudakan sehari-hari modern, perdagangan seks, pengambilan organ secara ilegal, dan penggunaan tentara anak-anak adalah kegiatan kriminal dikenal secara kolektif sebagai Perdagangan Manusia. Kegiatan tersebut dapat melibatkan upaya terkoordinasi dari tiga atau lebih individu untuk mencapai beberapa manfaat bersama, dan seringkali, kegiatan ini melibatkan lebih dari satu negara. Sebagai aktivitas perdagangan manusia semacam itu dianggap sebagai bentuk kejahatan Transnasional Terorganisir. Begitu kompleksnya permasalahan ini sehingga perlu dari berbagai element masyarakat, kerjasama antar lembaga yang terkait, penegak hukum dan kerjasama luar negeri untuk mampu bersinergi dalam pencegahan dan penanganan yang sistematis dan Perlu instrumen hukum khusus untuk melindungi korban.

Comments

Popular posts from this blog

Sayyid Ali Murtadho (Raden Santri) Gresik.

Makam Kanjeng Sepuh Sidayu